PEKALONGAN – Polres Pekalongan berhasil mengungkap pelaku pengoplosan gas yang meresahkan masyarakat. MB (37), warga Desa Rembun, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, ditangkap atas tuduhan melakukan pengoplosan gas subsidi dari tabung melon 3 kg ke tabung gas non-subsidi 12 kg. Praktik ilegal ini telah berlangsung selama sebulan dan dilakukan dengan menggunakan metode suntik.
Kapolres Pekalongan, AKBP Doni Prakoso, membenarkan bahwa pihaknya telah mengamankan MB beserta sejumlah barang bukti.
“Iya benar, kami telah mengamankan warga yang melakukan pengoplosan gas, dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg. Dari gas subsidi ke gas non-subsidi,” ujar Doni, Rabu (28/8).
Dalam penggerebekan yang dilakukan pada Kamis (22/08), di rumah pelaku di Rembun Kidul, Desa Rembun, Kecamatan Siwalan, pihak kepolisian berhasil menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya, satu unit mobil pikap, lima buah selang besi sepanjang 10,5 cm, sebuah ember, timbangan digital, pendorong gas, dan berbagai tabung gas dengan ukuran berbeda.
Tercatat, ada 41 tabung kosong LPG ukuran 3 kg, 14 tabung isi LPG ukuran 3 kg, 13 tabung kosong gas ukuran 5,5 kg berwarna pink, 32 tabung kosong gas ukuran 12 kg berwarna pink, 20 tabung gas isi ukuran 12 kg berwarna pink, dan satu tabung gas kosong ukuran 50 kg berwarna orange.
Modus yang digunakan oleh pelaku terbilang canggih. MB menggunakan teknik suntik untuk memindahkan gas dari tabung melon 3 kg ke tabung gas 12 kg. “Pelaku menggunakan alat pemindahan gas berupa selang terbuat dari besi yang diberi es batu pada sekeliling tabung gas 12 kg,” jelas Doni.
Dalam pengakuannya, MB mengungkapkan bahwa dirinya dapat mengisi hingga 10 tabung gas 12 kg per hari. Hasil dari kegiatan ilegal ini dijual di wilayah Kabupaten Pekalongan dengan harga yang sedikit lebih murah dibandingkan harga pasar, yakni sekitar Rp 170 ribu hingga Rp 180 ribu, selisih Rp 20 ribu dari harga normal.
“Sudah satu bulan. Saya per hari bisa mengisi sepuluh tabung 12 kg. Dijual di wilayah Kabupaten Pekalongan, ke toko-toko. Kalau harganya di bawah harga pasaran, antara Rp 170 ribu sampai Rp 180 ribu, selisih Rp 20 ribu dari harga pasaran,” ungkap MB.
MB juga menjelaskan bahwa ia mempelajari teknik ini saat bekerja di Jakarta sebagai pengoplos gas. Dengan bekal pengalaman tersebut, ia memulai usaha ilegalnya di Pekalongan. Untuk menjalankan aksinya, MB menginvestasikan modal sekitar Rp 30 juta, termasuk untuk pembuatan kunci segel yang ia dapatkan dengan mudah melalui pembelian online.
Dengan adanya kunci segel ini, konsumen sering kali tertipu dan mengira gas yang dibelinya adalah gas resmi dari pihak distributor.
Akibat perbuatannya, MB kini terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp 60 miliar. MB dijerat dengan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dalam Pasal 40 Angka 9 Paragraf 5 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Praktik pengoplosan gas seperti ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berdampak pada perekonomian lokal. Harga gas yang dijual lebih murah dari harga pasaran membuat persaingan usaha menjadi tidak sehat, serta merugikan para pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara legal.
Dengan pengungkapan kasus ini, Polres Pekalongan berharap dapat memberikan efek jera kepada pelaku lainnya yang mencoba menjalankan usaha serupa.
“Kami akan terus berupaya untuk memberantas segala bentuk tindak pidana yang merugikan masyarakat dan negara,” tegas Doni.
sumber: rmol
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo