Semarang – Kota Semarang memiliki rumah aman sebagai tempat perlindungan sementara para korban pelecehan seksual. Rumah itu didirikan wanita bernama Rosalia Amaya (47). Saat ini rumah yang diberi nama Griya Welas Asih sudah enam tahun jadi tempat singgah para korban pelecehan seksual di Semarang dan sekitarnya.

Sepintas, rumah bercat oranye di Jalan Bukit Bromo, Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang tampak layaknya rumah biasa. Siapa sangka, rumah itu merupakan rumah bagi para remaja korban pelecehan seksual di Semarang dan sekitarnya.

Di bagian depan rumah tampak terpasang plang bertuliskan ‘Rumah Singgah Griya Welas Asih’. Beberapa pakaian bayi tengah dijemur di sekitar rumah.

Alih-alih milik bayi tuan rumah, pakaian itu merupakan bayi dari para wanita yang menjadi korban pelecehan seksual. Mereka tinggal di sana, rumah kecil itu telah dianggap sebagai tempat berlindung sementara.

Marak Kekerasan Seksual

Griya Welas Asih yang memiliki arti ‘rumah belas kasih’ itu didirikan Rosa, sapaan akrabnya, sejak 2018. Maraknya kasus kekerasan seksual membuat Rosa iba dan ingin membangun tempat untuk menampung para korban dan bayinya.

Dengan mantap, akhirnya Rosa memutuskan mendirikan Geiya Welas Asih dengan temannya, yang terinspirasi dari rumah aman di Kota Bandung.

“Tahun 2018 kita mulai, karena saya pikir kalau kita memulai sesuatu harus menunggu kaya dulu, nggak akan bisa. Orang semakin hari semakin mementingkan diri sendiri, apalagi untuk membangun yayasan sosial,” kata Rosa di Griya Welas Asih, Minggu (17/11/2024).

Kala itu, ia dan temannya menolong dua gadis yang hamil. Gadis pertama masih duduk di bangku SMA, sementara gadis satunya merupakan pekerja di Kota Semarang.

“Kita punya visi kita punya rumah yang aman dan nyaman untuk mereka, wanita-wanita hamil di luar nikah. Kategori yang kita tolong itu dari usia 12-19 tahun,” jelasnya.

Awalnya, Rosa harus mengontrak demi bisa memberikan ruang berlindung para korban kekerasan seksual itu. Berangkat dari dompet sendiri, kian lama ada beberapa pihak yang sukarela menyisihkan uangnya untuk perempuan-perempuan itu.

Beberapa Kali Kena Tipu

Perjalanannya membangun rumah aman itu tentu tak selalu mulus. Beberapa kali ia ditipu orang yang berusaha memanfaatkannya. Seperti wanita yang sebenarnya sudah menikah siri hingga sudah menjadi janda.

Kendati demikian, hal itu tak mematahkan semangatnya. Berlandaskan rasa ingin menolong sesama, Rosa terus merawat para perempuan itu sejak ia hamil hingga satu bulan usai melahirkan.

“Setelah satu bulan, mereka boleh kembali ke keluarganya. Terhitung, saya sudah menolong 81 remaja hamil dan hari ini posisinya ada tiga yang masih hamil dan tinggal di sini,” tuturnya.

Beberapa dari remaja yang dirawatnya itu juga merupakan korban dari pergaulan bebas ataupun korban perkosaan. Griya Welas Asih lantas berperan untuk menjebatani antara remaja tersebut dengan orang tuanya. Rosa akan menjadi penengah yang memberikan pengertian kepada keduanya.

Begitu banyak cerita dan pelajaran yang ia dapat dari mengelola Griya Welas Asih. Didukung penuh suaminya, wanita yang akrab disebut Mamah itu mengaku belajar banyak nilai-nilai kehidupan dari remaja yang dibantunya.

“Anak muda sekarang harus hati-hati banget kalau pacaran. Cari tempat yang ramai dan waktu siang. Kalau sudah di kamar kos atau ruangan tertutup, ya sudah lewat,” ujarnya.

Tak dapat dipungkiri, Rosa turut menyayangkan kejadian yang dialami remaja itu. Ia tak membenarkan tindakan remaja yang membawanya ke pergaulan bebas.

Rosa justru berharap praktik pergaulan bebas bisa berkurang. Oleh karenanya, selain merawat bayi ia pun berusaha menyadarkan para remaja yang ia rawat.

“Jadi mereka yang kita tolong 80 persen muslim, padahal pengurus ini banyak yang Kristen. Tapi kita nggak pandang bulu, kita menolong tanpa membedakan,” jelasnya.

“Saya bukan hanya membantu melahirkan, tapi membina dan membuat mereka berubah pola pikir tindak tanduknya. Kalau mereka tidak dibina bisa terulang lagi. Di sini mereka harus salat lima waktu dan ngaji,” sambungnya.

sumber: detikjateng

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Artanto, Ribut Hari Wibowo