BeritaHeadlinesIndepthJelajah

Spek-HAM Solo: Pemkab Sukoharjo Abai Atas Perlindungan & Pemenuhan Hak Anak

SUKOHARJO, Jateng – Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di lingkungan rumah dan sekolah membuat Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM) Solo khawatir. Spek-HAM menuding Pemkab Sukoharjo masih abai atas perlindungan dan pemenuhan hak anak. Tindakan tersebut harus dicegah dengan pendidikan kritis.

Seperti diketahui beberapa kekerasan seksual pada anak terjadi di lingkungan rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman. Pada 2022 lalu seorang ayah tega melakukan kekerasan seksual terhadap anak tirinya, S, yang masih berusia 11 tahun. Pelaku adalah D, 35, warga Kecamatan Polokarto, Sukoharjo yang telah ditangkap Polres Sukoharjo.

Pada kasus terbaru di Sukoharjo, dugaan persetubuhan Lagi-lagi terjadi yang diduga dilakukan seorang ayah terhadap anaknya. Bahkan kasus tersebut telah dilaporkan sejak 2021, namun kepastian hukum masih menjadi misteri. Korban, G, Diduga dicabuli ayahnya sendiri, S, 58, yang seorang praktisi hukum. Pencabulan itu terjadi sejak 2016 saat korban masih berusia 14 tahun.

Manager Divisi Pencegahan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat, Spek-HAM Solo, Fitri Haryani, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (17/5/2023), mengatakan pada kasus kedua menjadi catatan tersendiri. Kasus itu juga merefleksikan Pemkab Sukoharjo masih abai atas perlindungan dan pemenuhan hak anak.

Hal itu ia lontarkan lantaran penyelesaian kasus yang dialami G yang kini berusia 21 tahun, menurutnya lamban. Bahkan dalam wawancara sebelumnya, ia memberi pesan kepada aparat penegak hukum  untuk menyelesaikan kasus tanpa perlu menunggu viral.

“Seharusnya kepolisian bertindak serius dalam menerima pengaduan dan melakukan penanganan kasus. Apalagi mereka merupakan perwakilan lembaga milik negara untuk mencari keadilan hukum,” urai Fitri.

Pencegahan Lewat Pendidikan

Spek-HAM mencatat selama tiga tahun terakhir ada beberapa anak korban kekerasan seksual yang melakukan pengaduan dari wilayah Sukoharjo. Ia mengakui secara khusus tak memiliki data terkait total jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sukoharjo. Hanya pada 2021 ada satu pengaduan terkait hal itu dan dua pengaduan pada 2022, sementara pada 2023 ini nihil pengaduan kekerasan seksual dari Sukoharjo.

Selain aparat penegak hukum, Fitri menilai pemerintah memiliki PR untuk melakukan pencegahan lewat pendidikan kritis pada masyarakatnya. Baik pendidikan secara formal yakni sekolah, maupun dalam tingkat informal nonsekolah.

Pendidikan kritis yang dimaksudnya bukan saja pengetahuan, tetapi juga  arahan perubahan perilaku yang lebih baik. Fitri juga mengatakan penegak hukum dan pemerintah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) dapat memasukan pendidikan soal keadilan berperspektif gender di sekolah.

Selama ini Fitri merasa kurikulum pendidikan belum mengarah pada pembelajaran seksualitas maupun kesehatan reproduksi secara spesifik. Cara pandang tentang pendidikan kesehatan reproduksi menurutnya hanya terpatok pada seks dan seksualitas, serta pergaulan bebas.

Hal tersebut, kata dia mengakibatkan sulit masuknya pendidikan tersebut pada kurikulum. Padahal kesehatan reproduksi memiliki banyak aspek dan tidak hanya sebatas hal-hal tersebut.

“Tentang kurikulum pendidikan seks/kesehatan reproduksi sejak dini perlu diajarkan sesuai dengan usia. Misalnya untuk anak PAUD atau TK mereka bisa diajarkan siapa saja yang boleh menyentuh area tubuh bagian dalam, dan diajarkan bercerita jika ada yang menyentuh tubuh bagian dalam dan merasa sakit atau tidak nyaman,” ujarnya.

Pelaku Orang Terdekat

Sementara itu, Badrus Zaman dari firma hukum MBZ Keadilan yang menjadi kuasa hukum G mengatakan tindak pidana pencabulan bahkan persetubuhan pada anak tidak jarang pelakunya adalah orang-orang terdekat mereka.

Korban pencabulan paling banyak terjadi pada perempuan, tanpa batas umur (objek). Meskipun begitu, juga ada laki-laki yang dicabuli oleh perempuan.

Dengan adanya UU 23/2002 dan perubahannya, Indonesia telah mengakomodasi ketentuan perlindungan anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

“Pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi tanggung jawab bersama yakni orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara melalui berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus,” jelasnya.

Dalam Pasal 13 Ayat (1) UU 23/2002 disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai macam perlakuan, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak.

Lebih lanjut, Pasal 13 ayat (2) mengatur apabila orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak sebagaimana tersebut di atas, ia akan dikenai pemberatan hukuman.

Ancamana jerat hukum pencabulan yakni pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Apabila tindakan ini dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang memiliki hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan lebih dari 1 orang secara bersama-sama, maka pidananya akan ditambah 1/3 dari ancaman pidananya.

Selain itu, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak. Pelaku pencabulan dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.

Badrus mengatakan saat ini kasus yang dialami G masih dalam proses hukum, G kini didampingi oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (DPKBP3A) Kabupaten Sukoharjo untuk penanganan psikologisnya. (aslama)

Sumber: soloraya.solopos.com

 

Polres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, Kabupaten Sukoharjo, Pemkab Sukoharjo, Polda Jateng, Jateng, Polres Humbahas, AKBP Hary Ardianto, Polda Sumut, Polrestabes Semarang

Related Posts

1 of 22,082